Cosa Aranda, Pebisnis Dunia Maya, Berkantor di Kamar, Raup Rp 90 Juta
Kalau ada orang menjadi kaya setelah bersusah-payah membangun bisnis bertahun-tahun, itu hal biasa. Tetapi jika mendengar anak muda berkantong tebal dengan cara mudah, jelas menarik untuk ditelusuri.
Cosa Aranda jutawan. Nyaris tak ada yang tahu. Hanya mereka yang rajin keluar masuk situs milik Cosa, panggilannya, yang paham betul. Bahkan teman kuliahnya baru bulan lalu tahu bahwa orang inilah yang sering dibicarakan di Google AdSense dan AdWords.
Memiliki penghasilan dari iklan yang masuk di situs milik Google ini awalnya memang mimpi bercampur coba-coba.
“Jika ada yang mengatakan berbisnis iklan di internet mudah menghasilkan uang, itu bohong,” kata lelaki 25 tahun ini saat ditemui di rumahnya di Surabaya, Rabu (1/8).
Berbeda dengan banyak orang yang menganggap bisnis seperti ini bisa dilakukan sambil lalu dengan hasil tak terbatas, Cosa justru menganggap pekerjaan ini berat. Sangat berat.
Ketika pertama membuat situs yang berawal dari blog pribadi, dia harus jungkir balik menghabiskan waktu 8-10 jam sehari. Selama itu dia tidak keluar kamar. Dan ini terjadi pada bulan-bulan pertama saat membangun www.cosaaranda.com April 2005.
Percobaan demi percobaan dilakukan dengan telaten. Kesulitan utama yang dialami mahasiswa semester akhir Jurusan Sistem Informasi Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (Stikom) Surabaya ini adalah melakukan promosi. Karena niat awalnya belajar dan mencoba, Cosa memilih cara gratis lewat search engine. Setelah itu, menunggu. “Dan berdoa,” kelakarnya.
Penantian itu tak sia-sia. Tiga minggu setelah diluncurkan, ada juga iklan yang datang. Semakin banyak pengunjung yang datang ke situsnya, makin besar kemungkinan iklan di-klik. Jika pengguna melakukan transaksi, maka publisher, pemilik situs yang sudah bergabung dengan Google AdSense dan sudah pula memasang iklan AdSense di situs mereka, mendapat fee. Biasanya 20 persen dari harga iklan.
“Bulan pertama saya mendapat 1 dolar AS. Wah… senang sekali. Ternyata laku juga,” kata sulung dari dua bersaudara yang terkesan berhati-hati ketika berbincang.
Satu dolar AS inilah yang memacu Cosa memoles situsnya. Tidak dengan tampilan artistik tetapi dengan isi yang paling dibutuhkan orang. Dia meng-up date data setiap hari. Dengan demikian setiap hari pula orang berkunjung karena membutuhkan informasi terkini dan penting. Sekarang situs ini dikunjungi 800-1.000 pengguna setiap hari.
Ini membuat perolehan Cosa dimungkinkan makin besar. Ledakan penghasilannya baru didapat tiga bulan setelah menunggu dan berdoa. Jika Oktober 2005 penghasilannya Rp 1 dolar AS, akhir Juli 2007 dia mendapat kiriman cek 5.000 dolar AS atau lebih dari Rp 45 juta. Ini baru perolehan lewat Google AdSense. Padahal dia juga memiliki jalur lain, AdWords. Jika semua ditotal, Juli kemarin Cosa mendapat lebih Rp 90 juta.
Cosa memang kaya. Tetapi belajar dari buku Seven Years to Seven Figures karangan Michael Masterson, kaya menurut Cosa adalah kondisi saat segala kebutuhan terpenuhi, baik yang bersifat sekunder maupun darurat atau mendadak. “Saya tabung uangnya. Saya ingin punya rumah sendiri,” kata lelaki yang mengaku belum punya kekasih ini.
Putra pasangan Drs Totok Soedjianto dan Ir Yustisia Martani ini ingin menjadi full time blogger. Awalnya keluarga dari Jawa Tengah ini tak sadar jika Cosa punya bisnis di kamarnya. Yang mereka tahu anak mereka 'gila' internet. Baru setelah ada kiriman cek, mereka paham. Tetapi sambil bergurau Cosa mengaku tak tahu harus mengatakan apa pada calon mertua bila ditanya pekerjaan. “Pokoknya saya jawab kerja di internet. Mudah-mudahan bisa mengerti,” katanya sambil tertawa ngakak.
Karena semuanya sudah tertata, sekarang Cosa hanya butuh dua jam untuk up date dan setelah itu waktu luangnya diisi dengan jalan-jalan ke mal dan membaca. Jangan salah, bukan buku komputer atau teknologi yang jadi favoritnya melainkan komik. Tahun ini atas desakan para kerabat di situsnya, akhirnya Cosa membuat workshop di warnet. Tiga kali workshop dilakukan di Surabaya. Pesertanya tak lebih dari 30 orang.
“Saya lebih suka kelas kecil karena semua pertanyaan bisa dijawab dan langsung praktik,” tutur pelahap film apa saja ini yang tidak memungut biaya kecuali untuk membayar pemakaian internet di warnet.
“Di Jogjakarta banyak publisher yang penghasilannya lebih hebat. Saya belum apa-apa. Tetapi kalau ada yang mau mengikuti cara ini, ayo sama-sama belajar,” tuturnya.
0 komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Silahkan Tinggalkan Komentarnya di Sini....!!!